Jika membaca kata koperasi, yang terlintas di dalam benak pikir saya adalah logo koperasi, Bapak Koperasi Indonesia dan bapak – bapak serta ibu yang sudah berumur lol. Beberapa bulan lalu saya mendaftar menjadi anggota koperasi simpan pinjam dan benar saja.. kesan yang saya dapatkan masih koperasi yang ber-image konservatif.
Sejarah koperasi Indonesia dimulai sejak periode pra –
kemerdekaan yang dikelola oleh pemerintah Belanda dan Jepang. Setelah merdeka, nilai – nilai koperasi
sebagai lembaga yang lekat dengan ekonomi kerakyatan terus ditumbuhkan. Koperasi tumbuh atas dasar kerjasama individu
yang bertujuan untuk maju bersama. Perubahan
strategis pada tubuh koperasi pada tahun 1993 hingga saat ini sangat
berkontribusi pada perekonomian negara melalui sektor UMKM. Kementrian Koperasi dan UMKM merilis data
bahwa pada tahun 2016 kontribusi Koperasi terhadap PDB nasional meningkat menjadi
sebesar 3,99% dan rasio kewirausahaan yang juga digalakkan oleh kementrian
sebesar 3,1% (Cooperative, 2017).
Praktisi Koperasi Indonesia, Suroto (2017) menyatakan
bahwa sistem koperasi saat ini adalah sistem koperasi kapitalis yang tidak
sesuai dengan prinsip kerakyatan, sistem ini hanya menguntungkan para pemilik
modal dan bertentangan dengan nilai – nilai koperasi. Beliau menegaskan bahwa rebranding koperasi tidak
bisa dilakukan dengan hanya membangun citra koperasi,tapi harus dibangun secara
efektif sebagai mesin reputasi. Rebranding koperasi harus mereposisi
ulang bahwa koperasi merupakan alat untuk menciptakan keadilan, untuk mengentaskan
kemiskinan, mengurangi pengangguran, serta sarana untuk mewujudkan masyarakat
adil dan makmur. Prinsip rebranding koperasi tersebut dapat
diaplikasikan dengan tepat sesuai karakter generasi millenials.
Generasi millennials adalah kami yang lahir pada
rentang tahun 1981 – 2000. Saat ini kami
berusia antara 18 hingga 37 tahun. Sejak
beberapa tahun terakhir generasi millennials digadang – gadang menjadi ujung
tombak perubahan negara Indonesia, puncaknya saat jumlah kami sebagai usia
produktif mencapai 34% dari total jumlah penduduk Indonesia yakni 83 juta jiwa
(Ali dkk, 2016).
Berbeda dengan dua generasi sebelumnya, baby boomers dan gen-x, millenials
adalah generasi unik yang dipengaruhi oleh teknologi terutama internet, smartphone dan social media. Internet
merupakan kebutuhan pokok bagi kami karena memberikan banyak kesempatan dan
peluang dalam berbagai hal utama seperti ilmu pengetahuan, wawasan, jaringan
sosial, dan kesempatan kerja. Pola
pikir, nilai – nilai, dan sikap yang kami ambil cenderung berbeda dengan
generasi yang lain karena perkembangan dunia menuntut kami untuk menyesuaikan
diri. Kami cenderung menyukai hal – hal
yang simpel, to the point, namun
tetap menghargai proses.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Alvara Research
Centre tentang generasi millenials di Indonesia, memproyeksikan pada tahun 2020
perbandingan jumlah urban:rural sebesar
56,7:43,3 dan jumlah middleclass
urban:middleclass rural sebesar 70:30 sehingga jumlah urban middle-class millenials mencapai 35 juta jiwa atau 13% dari
total jumlah penduduk. Lebih lanjut,
hasil studi ini menyatakan bahwa masyarakat urban
middle-class millenials inilah yang akan menggerakkan perekonomian
Indonesia dengan 3 karakter dasar yaitu creative
(berpikir out of the box, kaya
ide, dan gagasan), connected (pandai
bersosialisasi dan membutuhkan jejaring sosial), dan confidence (percaya
diri).
Karakter tersebut berimplikasi pada banyak hal seperti marketing dan
bisnis, kehidupan sosial dan budaya, pekerjaan dan enterpreunership, serta
kehidupan keagamaan.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusPerawatan kulit itu penting banget.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus